Advertisement

Promo November

PDIP Kian Kuasai Perolehan Suara Pemilu 2024, Langkah Jadi Oposisi Semakin Terbuka

Reyhan Fernanda Fajarihza
Minggu, 18 Februari 2024 - 19:57 WIB
Arief Junianto
PDIP Kian Kuasai Perolehan Suara Pemilu 2024, Langkah Jadi Oposisi Semakin Terbuka PDI Perjuangan. - Harian Jogja

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—PDI Perjuangan (PDIP) masih menguasai perolehan suara pemilihan legislatif (Pileg) DPR RI 2024. Kans untuk menjadi oposisi pada pemerintahan RI pascapemilu pun terbuka lebar seiring dengan keunggulan suara pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam pemilihan presiden (Pilpres).

Berdasarkan data hasil real count Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Sabtu (17/2/2024) pukul 19.30 WIB, dari total suara sementara 422.127 suara (51,28%) yang masuk, PDIP memuncaki perolehan suara Pileg DPR RI dengan 8.971.754 atau setara 16,43%.

Advertisement

Partai berlogo banteng itu mengungguli sejumlah partai rival yang mengusung pasangan calon (paslon) lain dalam Pilpres 2024, seperti Partai Golkar dan Partai Gerindra yang berada di belakang paslon Prabowo-Gibran, hingga PKB dan NasDem yang mengusung paslon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Partai Golkar membuntuti PDIP dengan perolehan suara 7.993.543 atau setara 14,64%; disusul Gerindra dengan 6.940.930 suara (12,71%). PKB yang meraup 6.000.462 suara (10,99%); dan NasDem dengan 4.937.927 suara (9,04%) membayangi di belakangnya.

Keunggulan ini dapat menguatkan kuda-kuda PDIP untuk menjadi oposisi pemerintahan yang akan datang. Pasalnya, dalam palagan Pilpres 2024, perolehan suara paslon yang diusung PDIP yakni Ganjar Pranowo-Mahfud Md tertinggal jauh dari dua pesaingnya.

Paslon Prabowo-Gibran berada di atas angin untuk memenangkan Pilpres satu putaran.

Siap Jadi Oposisi

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto memastikan bahwa partainya siap untuk menjadi oposisi untuk menjalankan tugas check and balance.

Menurutnya, mengambil peran di luar pemerintahan merupakan tugas patriotik yang pernah dijalani PDIP seusai Pemilu 2004 dan 2009, ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dari Partai Demokrat memegang tampuk kekuasaan sebagai presiden. “Ketika PDIP berada di luar pemerintahan 2004 dan 2009, kami banyak diapresiasi karena peran serta meningkatkan kualitas demokrasi. Bahkan, tugas di luar pemerintahan, suatu tugas yang patriotik bagi pembelaan kepentingan rakyat itu sendiri,” kata Hasto dalam siaran resminya, Kamis (15/2/2024).

Dia menyebut bahwa terjadi manipulasi daftar pemilih tetap (DPT) pada Pemilu 2009, sehingga anggota DPR menggunakan hak angket. Menurutnya, pada saat itu, muncul suatu kesadaran perlindungan hak konstitusional bagi warga negara untuk memilih, meskipun hal itu diklaimnya terjadi lagi saat Pemilu 2024.

Hasto mencontohkan bahwa banyak konstituen pemilu di luar negeri tidak bisa melaksanakan hak pilihnya karena faktor teknis administratif. Itu sebabnya, dia menuturkan bahwa perlawanan ini menyangkut hal-hal yang fundamental.

“Kecurangan dari hulu ke hilir memang benar terjadi. Hanya saja, kita berhadapan dengan dua hal. Pertama, pihak yang ingin menjadikan demokrasi ini sebagai kedaulatan rakyat tanpa intervensi manapun. Kemudian, pihak yang karena ambisi kekuasaan dan ini diawali dari rekayasa hukum di Mahkamah Konstitusi,” paparnya, mengacu pada kontroversi putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 yang meloloskan Gibran, putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), menjadi cawapres Prabowo.

Itu sebabnya, selain berjuang di luar pemerintahan atau melalui DPR, Hasto mengatakan bahwa PDIP akan berjuang lewat jalur partai sebagai kewajiban untuk menyampaikan dinamika politik nasional kepada rakyat. Pihaknya juga ingin berada pada barisan gerakan masyarakat sipil prodemokrasi yang jumlahnya diklaim lebih banyak dibandingkan saat Pemilu 2009.

“Polanya mirip, apalagi kalau dilihat begitu kaget dengan hasil quick count dengan apa yang terjadi dalam dua bulan ini karena terjadi gap. Kami akan analisis,” tandas Hasto.

Dirayu Jadi Koalisi

Sementara itu, Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran berharap PDIP tidak menjadi oposisi dan membantu pasangan tersebut dalam roda pemerintahan ke depan. Wakil Ketua Koordinator Strategis TKN, Ahmad Muzani mengakui bahwa Prabowo-Gibran tidak bisa membangun Indonesia sendirian dan membutuhkan bantuan dari banyak tokoh nasional.

Oleh karena itu, Muzani mengatakan pihaknya dalam waktu dekat bakal menemui PDIP dan mengajaknya bersatu ke dalam koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran. "Pak Prabowo dan Mas Gibran kan punya keinginan untuk merangkul semua kekuatan untuk membangun Indonesia, makanya kami akan lakukan itu," tuturnya di Jakarta, Jumat (16/2/2024).

Muzani juga menjelaskan dirinya mendapat perintah langsung dari Prabowo Subianto untuk berkomunikasi dan bersilaturahmi dengan partai pendukung maupun bukan pendukung.

Tujuannya adalah merangkul semua partai politik guna membangun Indonesia bersama-sama. "Kami akan terus berkomunikasi dengan seluruh pimpinan partai politik Indonesia untuk merangkul kekuatan bersama," katanya.

Senada, Wakil Ketua TKN Mohammad Eddy Dwiyanto Soeparno bahkan mengatakan bahwa pihaknya akan mengajak Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo untuk bergabung dalam kapal yang dinakhodai Prabowo.

"[Prabowo] mungkin mengajak calon presiden lainnya, yaitu Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo, untuk bergabung dengan pemerintahannya," ujar Eddy dalam wawancara dengan Bloomberg Television, dikutip Sabtu (17/2/2024).

Dia mengatakan bahwa Prabowo siap membangun koalisi yang kuat di parlemen dengan cara mengundang partai-partai lain, seperti PDIP yang merupakan partai terbesar di parlemen saat ini.

Alasannya, Prabowo hendak mengikuti jejak Jokowi yang sukses membentuk koalisi partai politik besar demi bergulirnya pemerintahan yang stabil. “Apalagi, Prabowo telah menjadi bagian dari pemerintahan Jokowi. Kita akan melihat sebuah koalisi yang kuat di parlemen dan koalisi tersebut kemungkinan besar akan menjadi mayoritas di parlemen. Prabowo adalah orang yang sangat inklusif,” katanya.

Artinya, apabila Prabowo ingin membentuk koalisi gemuk seperti pemerintahan Jokowi, maka dia harus merayu PDIP, PKB, PKS, dan Partai NasDem untuk bergabung dengan kubu pemerintahan Prabowo-Gibran.

BACA JUGA: Pengamat: Idealnya PDIP Jadi Oposisi

Koalisi yang kuat di parlemen dinilai Eddy sebagai kunci dalam memuluskan jalan pemerintahan Prabowo-Gibran. Hal ini tercermin dalam langkah Prabowo ketika menerima pinangan Jokowi untuk menjadi Menteri Pertahanan pada 2019 lalu.

Padahal, keduanya merupakan rival politik selama kurang lebih dari 10 tahun, dengan dua kali berseteru langsung pada Pilpres 2014 dan 2019. "Beliau melihat bahwa hal tersebut merupakan formula yang berhasil untuk membangun pemerintahan yang stabil di masa mendatang," tutur Eddy.

Menanggapi rayuan tersebut, capres nomor urut 01 Anies Baswedan memilih untuk menunggu satu per satu tahapan Pemilu 2024 tuntas terlebih dahulu. Dirinya juga menghormati sikap PDIP yang telah menegaskan pendirian untuk menjadi oposisi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis.com

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Puncak Arus Mudik Liburan Natal Diprediksi Terjadi pada 24 Desember

News
| Jum'at, 22 November 2024, 18:57 WIB

Advertisement

alt

Ini Lima Desa Wisata Paling Mudah Diakses Wisatawan Menurut UN Tourism

Wisata
| Selasa, 19 November 2024, 08:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement