Advertisement

Pencalonan Gibran Rakabuming sebagai Cawapres Prabowo Diwarnai 2 Pelanggaran Etik

Anshary Madya Sukma
Senin, 05 Februari 2024 - 13:57 WIB
Sunartono
Pencalonan Gibran Rakabuming sebagai Cawapres Prabowo Diwarnai 2 Pelanggaran Etik Cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka menyampaikan pandangannya saat Debat Keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Minggu (21/1/2024). Debat Keempat Pilpres 2024 mengangkat tema terkait pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa. (ANTARA FOTO//M Risyal Hidayat - tom)

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto ternyata diwarnai dua pelanggaran etik. Pelanggaran yang terbaru dilakukan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari dan pelanggaran oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman.

Hasyim Asy'ari terbukti melakukan pelanggaran etik karena menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua DKPP RI Heddy Lugito dalam sidang yang berlangsung di di Kantor DKPP RI, Jakarta Pusat, Senin (5/2/2024). "Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari selaku teradu satu, selaku ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum berlaku sejak keputusan ini dibacakan," ujar Heddy.

Advertisement

BACA JUGA : Sepanjang 2023, DKPP Terima 299 Aduan Pelanggaran Penyelenggara Pemilu

Selain Hasyim, dalam putusan yang sama enam anggota KPU yakni Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Idham Holik, Muhammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap turut diberi peringatan. Sebagai informasi, DKPP RI memberi putusan terhadap empat perkara sidang uakni 135-PKE-DKPP/XXI/2023, 136-PKE-DKPP/XXI/2023, 137-PKE-DKPP/XXI/2024, dan 141-PKE-DKPP/XXI/2023. Intinya Ketua KPU dan anggotanya terbukti melakukan pelanggaran etik karena memproses Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.

Dalam persidangan sebelumnya, saksi ahli Ratno Lukito menilai Ketua KPU Cs telah melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan (UU 12/2011) dalam menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menyebut usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden minimal 40 tahun atau sedang/pernah menduduki jabatan yang dipilih melalui Pemilu, termasuk Pilkada.

Padahal, kata Ratno, dalam Pasal 10 ayat (1) dan (2) UU 12/2011 menyebut bahwa putusan MK harus ditindaklanjuti oleh DPR dan Pemerintah, masing-masing melalui legislative review dan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).

Dalam hal ini, Hasyim Cs malah menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai Bakal Calon Wakil Presiden (Cawapres) pada tanggal 25 Oktober 2023 tanpa terlebih dahulu melalui revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU 7/2017) atau tanpa adanya penerbitan Perppu oleh Pemerintah.

Ratno juga menambahkan, teradu juga belum mengubah Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (PKPU 19/2023) saat menerima pendaftaran Gibran. Putusan MKMK Pelanggaran etik lainnya adalah putusan MK terkait perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang ambang batas usia capres dan cawapres. Putusan ini menjadi jalan bagi Gibran maju sebagai cawapres Prabowo.

BACA JUGA : Ini Jenis Pelanggaran Kode Etik ASN dan Sanksinya pada Pemilu 2024

Terkait putusan tersebut, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah menjatuhkan sanksi pemberhentian sebagai Ketua MK terhadap Anwar Usman. Anwar dilaporkan ke MKMK karena diduga melanggar kode etik karena memutus perkara yang berkaitan dengan keluarganya.

Anwar adalah paman dari Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto usai putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menyebut bahwa berdasarkan fakta-fakta persidangan, dapat disimpulkan MKMK tidak berwenang menilai putusan MK.

Pasal tentang 17 ayat 6 dan 7 UU No.48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman tidak berlaku dalam putusan pengujian undang-undang. Artinya, norma tentang putusan dinyatakan tidak sah jika terdapat hakim atau panitera dikenakan sanksi administratif atau dipidana tidak berlaku dalam proses peradilan di Mahkamah Konstitusi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Berita Terbaru

Advertisement

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Berita Pilihan

Advertisement

alt

Pemimpin Hamas Yahya Sinwar Tewas Dibunuh Israel

News
| Jum'at, 18 Oktober 2024, 14:07 WIB

Advertisement

alt

Komunitas Vespa di Jogja Memulai Perjalanan ke Sabang Demi Mendapatkan Biji Kopi Lokal Setiap Daerah

Wisata
| Rabu, 16 Oktober 2024, 11:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement