Advertisement
Setara Insitute: MK Satu-satunya Harapan Penjaga Kualitas Demokrasi dalam Pemilu

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi mengingatkan agar Mahkamah Konstitusi (MK) tahan ujian jelang Pemilu 2024. Sebab MK adalah satu-satunya harapan penjaga kualitas demokrasi dalam pemilu, saat para penyelenggaran pemilu dan pemerintah menunjukkan gejala tidak netral dalam kontestasi.
Hendardi mengiatkan MK bertugas untuk menegakkan keadilan konstitusional. Meski demikian, penegakan keadilan itu harus berdasarkan norma-norma yang mengandung dimensi dan merupakan isu konstitusional.
Advertisement
"MK bukanlah Mahkamah Keranjang [sampah] yang bisa memeriksa semua perkara atau tempat semua curahan warga mencari keadilan. Bukan pula tempat para elit, dengan mengorkestrasi warga, untuk menggunakan instrumen keadilan ini mencari kuasa," jelas Hendardi dalam keterangan tertulis, Selasa (26/9/2023).
Dia mencontohkan terbaru kembali ada uji materiil ketentuan batas usia calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) yang diajukan ke MK oleh warga Solo yang masih berstatus mahasiswa. Perkara itu tercatat dengan nomor 90/PUU-XXI/2023.
Hendardi mengatakan yang mengajukan uji materiil itu tidak punya legal standing karena tidak sedang dan akan nyapres. Oleh sebab itu, dia meyakini permohonan ini sangat politis karena meminta ketentuan batas usia dimaknai dengan syarat usia 40 tahun atau pernah menjabat sebagai gubernur/bupati/walikota.
"Dengan kata lain, pemohon kembali mengambil langkah antisipatif bilamana MK terlanjur memutus menolak permohonan serupa pada 3 perkara yang hampir putus," ungkapnya.
Dia merasa MK telah memberikan hak istimewa pada perkara pengujian Pasal 169 huruf q UU 7/2017 (UU Pemilu) yang menetapkan batas usia calon presiden dan wakil presiden paling rendah 40 tahun. Dengan sidang maraton, MK telah menyelesaikan tahap pemeriksaan dan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) atas perkara 29/PUU-XXI/2023, 51/PUU-XXI/2023 dan 55/PUU-XXI/2023.
Untuk kepastian hukum, MK diminta segera menggelar sidang pleno pembacaan putusan karena tahapan pilpres akan memasuki masa pendaftaran pada 19-25 Oktober 2023. Hendardi merasa penundaan pembacaan putusan padahal sudah diputus, sama dengan menunda keadilan sebagaimana doktrin justice delayed justice denied alias putusan MK tidak akan berarti bagi penegakan kehidupan berkonstitusi.
"Pentingnya menyegerakan pembacaan putusan juga ditujukan untuk memberi pembelajaran bagi warga dan elit yang nafsu berkuasa dengan terus mengorkestrasi argumen keadilan, bahwa seolah-olah pembatasan usia capres-cawapres adalah diskriminatif sehingga harus ditafsir lain," ujarnya.
Lebih lagi, Hendardi mengingatkan sejak lama ihwal pengaturan usia pejabat publik dikategorikan bukan sebagai isu konstitusional oleh MK, sebagaimana dalam putusan putusan No. 37/PUU-VIII/2010 terkait usia pimpinan KPK, putusan 49/PUU-IX/2011 terkait syarat usia calon hakim konstitusi, No. 15/PUU-XV/2017 terkait usia calon kepala daerah, dan putusan No. 58/PUU-XVII/2019 dan putusan No. 112/PUU-XX/2022 terkait syarat usia pimpinan KPK yang tetap dinyatakan sebagai bukan isu konstitusional.
"Batas usia dalam pengisian jabatan publik jelas merupakan open legal policy atau kebijakan hukum terbuka, yang oleh karenanya bukan kewenangan MK untuk mengaturnya. Presiden dan DPR sebagai law maker [pembuat peraturan] adalah institusi yang berwenang menetapkan batasan usia tersebut," ungkapnya.
Dia merasa banyaknya uji materiil serupa karena banyak salah kaprah penggunaan dalil diskriminasi yang sebenarnya adalah bentuk perlakuan berbeda dalam kondisi yang berbeda. Padahal, lanjutnya, SETARA Institute (2013) telah mencatat bahwa MK telah berkontribusi memberikan batasan pemaknaan terhadap konsep diskriminasi dan non diskriminasi.
MK, lanjutnya, menegaskan perlakuan berbeda dengan diskriminasi adalah berbeda. Perlakuan berbeda dalam mengisi posisi jabatan-jabatan tertentu misalnya, dapat dibenarkan dengan menakar relevansi fungsi kelembagaan tersebut.
"Perlakuan berbeda atau pembedaan dapat dibenarkan sepanjang tidak didasarkan atas agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik, serta tidak dilakukan secara sewenang-wenang dan melampaui kewenangan pembentuk undang-undang," katanya.
Oleh sebab itu, Hendardi menegaskan pentingnya MK tahan ujian di tahun politik, meskipun sebagian orang telah meragukannya. Menurutnya, MK adalah satu-satunya harapan penjaga kualitas demokrasi dalam pemilu, saat para penyelenggaran pemilu dan pemerintah menunjukkan gejala tidak netral dalam kontestasi.
"MK juga yang bisa menghentikan konsolidasi politik dinasti yang dikendalikan oligarki, yang terlanjur memerankan sebagai pengendali republik melalui praktik vetocracy di hampir semua kebijakan negara," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

BPOM Temukan 181 Kosmetik Berbahaya, Pengguna Bisa Alami Iritasi hingga Kesehatan Janin pada Ibu Hamil
Advertisement

Cari Tempat Seru untuk Berkemah? Ini Rekomendasi Spot Camping di Gunungkidul
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement